BAB III
Perusahaan dan Perkebunan Serat di Hindia Belanda
Serat yang merupakan komoditas ekspor Hindia belanda, serat ini snagat dibutuhkan sebagai bahan pembuatan beragam kerajinan. selain itu jenis serat juga menjadi kebutuhan penting pada masa kolonial. Namun demikian setelah berbagai kajian tentang tanaman komoditas di Vorstenlanden tanaman serat nanas yang paling minim dibicarakan sebab kalah pamor dengan tanaman seperti kopi, teh, dan tebu.
A. Komoditas Serat di Hindia Belanda
Serat di hindia belanda di bagi menjadi beberapa bagian yakni serat keras dan serat halus. meskipun tanah Jawa subur namun produkis serat kurang maksimal sebab penguasaha masih terfokus pada produksi kopi, gula serta tembakau.serat diklasifikasikan menurut kegunaanya antara lain; serat untuk kertas diproduksi dari serat nanas ini yang telah mengalami proses pengelolaan. menurut van iterson ada dua jenis Agave yang dibudidayakan yakni Agave sisalana dan Agave cantala roxburgh kedua jenis serat ini menghasilkan serat keras. untuk tanaman Agave sisalana diperkenalkan mulai awal tahun 1913. Agave sisalana tidak hanya dikembangkan di hindia belanda tetapi juga di kembangkan di Bahammas,Hawai, dan Afrika Timur sementara Begal dan Amerika Tengah dikembangkan dalam skala kecil. Agave sisalana akan mati dalam 5 - 10 tahun sedangakan Agave cantala setelah 10-15 tahun. Agave sp dapat dibudayalandi tanah yang subur dengan iklim yang tidak pda curah hujan yang tinggi,
Sementara serat untuk serat Abaca dimanfaatkan untuk tujuan dalam pembuatab tali dan kertas di dalam penduduk lokal Filiphina. serat ini berasal dari Wiliam Dampier seprang navigator di inggris yang tinggal di Mindanao selama bertahun-tahun. Abaka sendiri adalah tumbuhan perdu yang mencapai ketinggian 8 hingga 10 kaki dengan diamater di pangkal antara 6-20 inchi. Namun Menurit W. Balley dan F. Tobler peyebutan rami Manila yang umumnya digunakan untuk tanaman dan serat dirasa kurang tepat. dibandingkan dengan Agave sisalana serat abaka lebih unggul dalam kegunaanya, tali serat abaka dapat mengapung diatas air dalam waktu yang lama. Ekspor abaka tidak dapat dilakukan sebelum abad 19 serta mencapi puncaknya menjelang tahun 1850an. Untuk memenuhi permintaan serat abaka yang sangat besar mulai didirikan perkebunan abaka di wilayah negara tropis khusunya Hindia Belanda, di Hindia Belanda muncul penanaman serat abaka dalam skal kecil di jawa dan sumtra pada tahun 1905. Budidaya serat abaka berkembang pesat pada tahun 1911 dengan jumlah perusahaan produksi lebih dari 200 ton serat abaka. Walapun demikian Hindia Belanda tidak mampu menyaingi produksi Filiphina
Meskipun Filipina mampu mempertahankan kualitas produknya dibandingkan Jawa, namun Filipina juga pernah memperoleh reputasi industri serat abaka yang buruk. Reputasi tersebut diperoleh tidak lama setelah 1900. Untuk memperbaiki kondisi ini, legislative berdasarkan pendapat pabrik asing serta ketidakpuasan yang terjadi Filipina pada 1914 mengesahkan Undang-undang No. 2380 "Undang-Undang yang Mengatur Pemeriksaan, Penilaian, dan Baling dari Abaca (Rami Manila), Maguey (Cantala), Sisal dan Serat lainnya yang didasarkan pada warna, kekuatan tarik dan kebersihannya. Berdasarkan undang-undang ini, penilaian serat abaka baik untuk memperbaiki kondisi kelangkaan serat dari Filipina. Undang-undang tersebut dapat diimplementasikan dengan cukup. Dengan demikian, keberadaan undang-undang tersebut memperkuat serat abaka dibandingkan dengan Jawa. pernyataan bahwa Filipina mampu menjaga reputasi dalam ekspor.
💥Serat Sikat
di Hindia Belanda, terdapat serat flapper dan serat aren yang akan diolah menjadi barang bernilai berupa serat sikat. Pada coir fiber". Sedangkan, orang Belanda menyebut kelapa sebagai umumnya, serat flapper disebut oleh orang Inggris sebagai " klapper”. Serat kelapa dapat dimanfaatkan sebagai serat sikat yang berguna untuk alat-alat rumah tangga. Permintaan akan serat flapper meningkat secara pesat pada abad XIX. Serat ini mempunyai keunggulan dalam hal elastisitas Yang disertai dengan kemampuan daya tahannya yang tinggi, baik di udara maupun di dalam air. Serat flapper pada awal abad XX dihasilkan dari Ceylon( srilanka )india bagian selatan yang masa itu dikuasi Inggris. Pada 1896, sedangkan Hindia Belanda yang menghasilkan koprah melampaui India tidak menghasilkan produksi serat flapper. Bahan baku serat berikutnya yakni serat aren ( Aranga Saccharifera ) mempunyai ketahanana yang tinggi terhadap air. Serat ini dimanfaatkan oleh penduduk lokal untuk tujuan tertentu. Namun terdapat permintaan khusus dari eropa mengenenai serat sikat ini. Serat aren tumbuh liar teersebar di seluruh Hindia Belanda dan juga terdapat di penduduk lokal yang menggunakan aren sebagai gula dan sagu. Pada abad XX terdapat 2 pabrik kecil di jawa yang mengelola sera aren dalam hal pembersihan ,penyortiran, dan pengemasan tetapi usaha ini belum berhasil.
💥Serat untuk Bahan Tekstil
Serat yang dihasilkan dari Hindia Belanda juga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dalam tekstil untuk memuhi kebutuhan dalam produksi tekstil diantanya serat rami, kapas, dan serat yute. Serat kapas sendiri telah dibudidayakan dijawa pada paruh waktu kedua abad XVIII dibandingkan dengan abad XIX. Jumlah produks kapas Hindia Belanda sangat sedkit dibandingkan negara lain. Selain kapuk juga terdapat serat rami yan disebut dengan serat india merupakan serat kayu dari beberapa varietas Boehmeria nivea , kelemahan serat rami terletak pada tingkat kerapuhan serta kemampuan bersaing dengan serat rami China., untuk itu tidak ada ekspor rami di Hindia Belanda. Selanjutnya serat alam yakni serat yute yang hanya tumbuh di delta Gangga serat ini digunakan sebagai bahan pembuatan karung goni.
💥Serat Bahan Pengisi Material
Serat ini dihasilkan dari kapuk dan tanaman sutra. Ekspor kapuk pada tahun 1900 sekitar 3.500 ton sedangkan tahun 1935-1936 mencapai 24.600 ton lonjakan ini disebakan serat kapas ringan terhadap kelembapan. Selain itu terdapat pula serat yang dihasilkan dari tanaman sutra yakni dibudidayakan di Hindia Belanda. Umunya serat ini tidak terlalu banyak permintaan sebab ketahana lebih rendah dibandingkan dengan kapuk.
💥Serat Bahan Ayaman
yang diantaranya rotan, bamboo, pandan, serta puron. Serat anyaman salah satunya roran merupakan komoditas penting di hutan. Pada 1914 Hindia Belanda mulai mgekspor lebih dari 42.000 ton yang diantaranya dihasilkan daerah Sumatra 10.000 ton, Sulawesi 20.000 ton, Kalimantan 12.000 ton. Dari skian special rotan yang paling utama bergenus Calamu yang paling banyak di produksi. Selain itu terdadapat serat bambu yang di ekspor dalam bentu topi di Hindia Belanda . ada juga serat pur pandan juga mucul sebagai barang ekspor kemudian Hindia Belanda juga menghasilkan serat Puron (Lepironia Mucronata Rich ) tanaman serat ini menghasilkan tikar.
💥Serat Untuk Kertas
Terdapat banyak serat yang dihasilkan di Hindia Belanda yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan penduduk loka maupun dikmbangkan secara massif untuk memenuhi tuntutan pasar internasional. Jka meninjau buku yang ditulis oleh Dr.J. Stroomberg yang berjudul “Handbook of Netherlands East-Indies 1930 membahas serat yang telah dierjemahkan oleh Hery Apriyono menyebutkan Fiber sebagi kapul jika berkaca pada tulisan van iterson serat di Hindia Belnda tidak hanya kapuk saja melainkan berbgai jenis serat
B. Perkebunan Serat Di Hindia Belanda
Produksi serat Penting dalam masa menghasilkan berbagai barang yang bernilai tinggi. penduduk Hindia Belanda tidak lagi menghasilkan serat untuk kepentingannya sendiri melainkan memenuhi kebutuhan ekspor yang sangat menguntungkan. Dengan berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda melalui kekayaan alam yang berlimpah serta kondisi alam yang mendukung. Disi lain pihak swasta untuk mencari pundi-pundi keuntungan dari daerah kolonial. Salah satu caranya adalah dengan mengenalkan budidaya tanaman ekspor yang laku di pasar internasional kepada penduduk lokal. Di Pulau Jawa, serat dihasilkan dari berbagai perusahaan tersebar di berbagai daerah. Di Jawa Barat, khususnya daerah Tjikalong, terdapat dua perusahaan pengolah tanaman serat. Pertama, perusahaan milik Thung Bouw Lim di Ngalindoeng yang mempunyai luas perkebunan mencapai 162 bahu dan menghasilkan produk dari tanaman serat. Kedua 22 juni 1982 terdapat perusahaan handel en cuktuurmaatschappij ip kiat tepatnya di Bandungan III dengan luas prkebunan 161 bahu sebagi penghasil serat dan tanaman teh. di Tjibagoeng tepatnya daerah Njalindoeng terdapat perusahaan milik Thung Bouw Lim dengan luas perkebunan 162 bahu berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Lia Nuralia, ditemukan 48 perkebunan dengan tanah hak guna usaha di Karesidenan Karawang. Perkebunan ini tersebar di berbagai daerah, di antaranya 14 perkebunan di distrik Purwakarta, 1 perkebunan di Cikampek, 1 perkebunan di Karawang dan 21 distrik Segalaherang, Subang dan Pamanukan. 21 perkebunan di tiga distrik milik P.P Tanah Pamanukan dan Ciasem. perkebunan tersebut memiliki luas mencapai 32.613 bahu. Hampir seluruh perkebunan menempatkan karet dan teh sebagai komoditas utama. Sementara itu, salah satu perkebunan yang terletak di Sukaman di Karesidenan Karawang ditanami penghasil serat seluas 6.000 bahu. Namun, kurang jelas apakah seluruh lahan memang ditanami serat atau hanya sebagian saja karena perkebunan ini komoditas utamanya adalah karet dan teh."


di Jawa Tengah terdapat beberapa perkebunan yang menghasilkan serat Pertama, di Mendalan, Sragen tepatnya di Modjo Sragen berdiri perusahaan J. Caspersz Cultuur Maatschappij milik P. A. Jut dan Bourghelle. Perusahaan ini menghasilkan kapuk dan beberapa jenis lain diantaranya adalah tembakau, gula, kopi, padi dan karel. Kedua, perusahaan Cultuur-Maatschappij Tarik milik F.H. Tiedeman tepatnya di Ngaroem yang menghasilkan serat kapuk dan beberapa serat lainnya. Tanaman komoditas lain yang dihasilkan dari perusahaan ini adalah padi, kopi, karet, kina, pala dan lada. Ketiga, perkebunan milik J.J. Oxenaar O.P. W. Moyma di Karaban juga menghasilkan serat selain padi dan karet. Keempat, perusahaan Houtaankap en Cultuurmaatschappij Kedoengbanteng di Kedoeng Banteng milik J. Schafer yang menghasilkan serat nanas dan kapuk. Perusahaan ini juga menghasilkan produk kayu dari penebangan hutan. Kelima, perusahaan Cultuur-Maatschappij Moenggoer Pereng di Moenggoer Pereng milik J. F. Hora Siccama. Menghasilkan kapuk dan serat. Selain itu menghasilkan tanaman lain seperti padi, kopi, karet Di Pekalongan, Jawa Tengah terdapat perusahaan Bananen Cultuurmaatschappij milik J.J. Binendijk yang terletak di lain seperti padi, pisang dan kulit pisang. Di sisi lain, Batang yang saat itu menjadi Karesidenan Pekalongan juga terdapat perusahaan Bananen tepatnya di Ponowareng. Demak juga terdapat perusahaan Vennootschap kapok: olie en zeepfabriek Randoe milik M.F.J Gritters-Doublet yang menghasilkan serat kapuk dan kapas serta tanaman lain, yaitu kopra.
Sementara itu, Mangkunegaran membuka usaha perkebunan kapuk randu di Wonogiri setelah reorganisasi agraria 1912. Usaha kapuk randu yang dijalankan oleh Mangkunegaran di Wonogiri tidak berjalan lama. Pada 1923, perkebunan kapuk randu di Wonogiri ditutup karena tidak menghasilkan sesuai harapan. Namun, Praja Mangkunegaran kembali mengupayakan budidaya serat perkebunan Mojogedang. Mojogedang berada di bagian bawah Perusahaan Kopi Kerjogadungan. Kedua perusahaan ini dipimpin oleh dua administrator yang sama. Pada tahun 1919, daerah persemaian seluas enam belas hektar dibangun untuk mengembangkan tanaman budidaya yang dimiliki. Pada 1920-1921, tanaman serat nanas dibudidayakan di lahan seluas 140 hektar. yang Secara bertahap, daerah penanaman serat nanas tersebut selalu mengalami perluasan dan mencapai puncaknya pada 1932. Setelah menunjukkan hasil, pada 1922 pabrik serat nanas setahun kemudian Jenis tanaman serat yang dikembangkan di didirikan. Pabrik tersebut mulai beroperasi dan berproduksi Mojogedang adalah serat Agave cantala dan Agave rigida. Perusahaan serat nanas Mojogedang merupakan penghasil bahan baku tekstil dan tali.



Melangkah ke Jawa Timur terdapat banyak perusahaan yang menghasilkan serat. di Ngawi memilki beberapa perusahaan yang penting sebagai pemasok serat utamanya di wilayah di Ngrambe. yang pertama sekitar tanggal 28 April tahun 1880 tepatnya di daerah Ampel berdiri perkebunan milik H.M.M Rappard Ruttering sekitar 137 Bahuyang menghasilkan kopi dan akar wangi . Kedua, sekitar 18 Februari 1875 tepatnya di Blaboer, terdapat perkebunan seluas 120 bahu dan di Jamoes dengan luas perkebunan 516 bahu berdiri perkebunan yang dimiliki Rappard Rutering. Jenis tanaman yang dihasilkan yaitu serat nanas dan tanaman lain seperti kopi dan akar wangi. Ketiga, pada 2 Maret 1876, tepatnya di Gendoro, dengan luas perkebunan 492 bahu berdiri perkebunan milik para pewaris H.M.M Rappard Rutering yang dikelola Tjan Biauw Djan dan O. E. Mariano sebagai administrator. Jenis serat yang dihasilkan yaitu Agave sp dan tanaman lain yang dihasilkan yaitu kopi dan akar wangi. Keempat, tanggal 8 Februari 1879 tepatnya di Gondang dengan luas perkebunan 227 bahu berdiri perkebunan yang juga dikelola para pewaris H.MM Rappard Rutering dengan administrator Tjan Biauw Djan dan O. E. Mariano. Perkebunan ini membudidayakan serat nanas, kopi, dan akar wangi. yang Kelima, pada 15 September 1893 tepatnya di Poerwantoro berdiri perusahaan P. L. en J. N. Wolff dengan luas perkebunan 30 bahu. Perkebunan ini menghasilkan serat nanas, padi, jagung, dan akar wangi.
Beralih ke daerah lain yang berada di Jawa Timur, yakni Kediri. di Kediri, banyak perusahaan serat yang didirikan, utamanya di Pare. Terdapat perusahaan Handelsvereeniging Amsterdam dengan administrator J.F. Hajel yang menghasilkan jenis serat yaitu serat nanas dan kapuk. Sedangkan, perkebunan ini juga menghasilkan produk lainnya seperti kopi, kakao, karet dan bambu. yang pertama terdapat di Djengkol I yang berdiri pada 26 Maret 1878 dengan luas perkebunan 500 bahu. Yang kedua, di Djengkol II yang berdiri pada 19 Maret 1888 dengan luas perkebunan 443 bahu. yang ketiga, di Djengkol III yang berdiri pada 23 September 1889 dengan luas perkebunan 118 bahu. yang Keempat di Djengkol IV dan VI berdiri pada 5 April 1892 dengan luas perkebunan 434 bahu. Yang kelima, di Djengkol VII berdiri pada 13 Mei 1894 dengan luas perkebunan 35 bahu. di Pare juga ditemukan perusahaan Handelsvereeniging Amsterdam dengan administrator Diephous yang menghasilkan , Serat dan tebu. Di wilayah Dermo I yang didirikan pada 29 November 1886 memiliki luas perkebunan 546 bahu. Di Dermo II-III yang didi pada 17 Januari 1891 memiliki luas perkebunan 71 bahu. di Wilayah Dermo IV yang didirikan pada 27 Juni 1893 memiliki luas perkebunan 28 bahu. Terdapat perusahaan Handelsvereeniging Amsterdam dengan, administrator J. F. Hajel di Pare yang menghasilkan serat nanas serta kopi. Di Kalasan I yang berdiri pada 27 Januari 1890 memiliki, perkebunan mencapai 334 bahu. Di Kalasan II yang berdiri pada November 1889 memiliki luas perkebunan mencapai 79 bahu, D Kalasan III yang berdiri pada 25 April 1890 memiliki perkebunan mencapai 1471 bahu. Selain tiga perusahaan di atas, di Pare juga ditemukan perusahaan N. V. Handelsvereeniging Amsterdam dengn administrator C. M. Graafland yang menghasilkan serat nanas, kopi, kakao dan lada. diKarangdinojo I-II yang didirikan pada 19 Oktober 1890 memiliki luas 573 bahu. Di Karangdinojo III yang didirikan pada 15 November 1890 memiliki luas perkebunan 62 bahu. Di Karangdinojo IV yang didirikan pada 8 Februari 1897 memiliki luas 119 bahu. Di Karangdinojo V yang didirikan pada 10 Maret 1899 memiliki luas 166 bahu. Terakhir, di Karangdinojo VI yang didirikan pada 11 Februari 1910 memiliki luas 9 bahu.
Berlanjut dengan wilayah di Blitar juga ditemukan perusahaan serat yang dimiliki N.V. Handelsvereeniging Amsterdam dengan administrator H. W. Dikkers yang menghasilkan serat nanas dan kapuk randu. Selain itu, perusahaan ini juga menghasilkan produk lain, yaitu kopi, kakao, lada dan singkong. Di Kalitjilik I yang didirikan pada 31 Januari 1881 memiliki luas perkebunan 266 bahu. Di Kalitjilik II yang didirikan pada 15 Maret 1886 memiliki luas perkebunan 37 bahu. Di Kalitjilik III yang didirikan pada 6 & November 1980 memiliki luas perkebunan 48 bahu. di Kalitjilik IV yang didirikan da 10 Mei 1892 memiliki luas perkebunan sekitar 54 bahu. Di Kalitjilik IV didirikan pada 13 Januari 1898 memiliki luas perkebunan 11 Bahu. Di Kalitjilik VI yang didirikan pada 7 Maret 1899 memiliki was perkebunan 301 bahu. Di Kalitjilik V yang didirikan pada 10 Februari 1897 memiliki luas perkebunan 42 bahu. Di Srengat, Blitar juga terdapat perusahaan yang berdiri pada 10 Februari 1997 tepatnya di Kali Gambang berdiri perusahaan Java Hennepcultuurmaatschappij yang menghasilkan produk berupa serat nanas. Beralih ke daerah Banyuwangi, terdapat dua perusahaan yang memasok serat, yaitu perusahaan Firma E. Moorman & Co. yang diambil alih Th. H. Mae Gillavry dan perusahaan Cultuur Maatschapppij Djolondoro. Pertama, Perusahaan Firma E.Moorman & co. milik Th Mae Gillavrv di Pasewaran I yang didirikan pada September 1894 memiliki luas perkebunan mencapai 1.667 bahu. Di Pasewaran II yang didirikan pada 28 September 1894 yang memiliki luas perkebunan mencapai 419 bahu. Kedua, perusahaan Cult. Mij Djolondoro yang berdiri pada 7 Juli 1889 di Bogojampi memiliki luas perkebunan mencapai 1049 bahu. Perusahaan ini menghasilkan serat dan tanaman lain berupa kopi.
Beberapa perusahaan yang telah disebutkan di atas menjadi saksi atas keberadaan pusat-pusat pengembangan serat yang tersebar di Pulau Jawa. Terdapa indikasi produksi serat tersebut telah menunjukkan peranan penting penduduk Hindia Belanda dalam memasok permintaan serat yang terus mengalami peningkatan. Lonjakan hasil pertanian dan perkebunan membuat makin banyak perusahaan dan perkebunan serat didirikan sejak akhir abad XIX hingga awal abad XX sebagai man perusahaan-perusahaan Mento Toelakan yang berada di Wilayah Wonogiri Meskipun berada di wilayah Mangkunegaran penguasa Mento Toelakan justru berada di tangan pemodal swasta. Mento Toelakan merupakan salah satu perusahaan penghasil serat di Hindia Belanda yang sukses